Rabu, 12 Januari 2022

7 Tanaman Obat TBC Terampuh Yang Mudah Ditemukan Dan Ditanam Di Rumah

Tanaman Obat TBC Terampuh

1. Tanaman Tekokak

tanaman obat tbc tekokak

Tanaman obat TBC pertama adalah tanaman tekokak atau yang sering dikenal sebagai tanaman terong-terongan.

Berdasarkan riset pada Journal of Ethnopharmacology, buah tekokak mentah memiliki kandungan methyl caffeate.

Methyl Caffeate berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab seseorang mengalami TBC.

Selain buah mentahnya, daun tanaman tekokak juga berkhasiat dalam mengobati TBC.

2. Meniran Hijau

gambar meniran hijau

sumber: deltomed.id

Tanaman obat TBC berikutnya adalah meniran hijau yang mampu meningkatkan imunitas tubuh.

TBC adalah penyakit yang menyerang kekebalan tubuh seseorang, semakin menurun imunitas tubuh seseorang maka TBC akan menjadi aktif.

Oleh karena itu, obat alami yang bisa kamu gunakan untuk mengatasi TBC adalah tumbuhan peningkat imunitas tubuh, seperti meniran hijau.

Menurut riset pada jurnal Frontiers in Pharmacology, meniran hijau memiliki kandungan aktif yang dapat menstimulasi tubuh agar meningkatkan kekebalan tubuh.

3. Pohon Mimba

tanaman obat tbc pohon mimba

sumber: baliexpress-jawapos.com

Pohon mimba yang sering kamu temukan di pinggir jalan juga ternyata bermanfaat dalam mengobati TBC, lo!

Ternyata kulit batang serta biji pohon mimba merupakan salah satu obat yang ampuh mengatasi penyakit TBC.

4. Bawang Putih

tanaman obat tbc bawang putih

Obat herbal berikutnya yang bisa kamu gunakan merupakan tumbuhan yang dapat dengan mudah kamu temukan di rumah, yakni bawang putih.

Bawang putih yang telah diolah menjadi minyak memiliki sifat antimikroba yang mampu menghadang pertumbuhan koloni bakteri TBC sebesar 97%.

Minyak bawang putih juga mengandung allicin dan ajoane yang dapat disetarakan dengan obat standar TBC, yakni isoniazid, rifampicin, dan ethambutol.

7 Tanaman Obat TBC Terampuh Yang Mudah Ditemukan Dan Ditanam Di Rumah

Sumber : https://www.99.co/blog/indonesia/tanaman-obat-tbc-terampuh/

TBC Tulang

TBC tulang belakang adalah tuberkulosis yang terjadi di luar paru-paru, tepatnya di tulang belakang. Penyakit ini umumnya menginfeksi tulang belakang pada area tengah punggung.

TBC atau tuberkulosis (TB) tulang belakang dikenal juga dengan nama penyakit Pott. Kondisi ini dapat terjadi pada seseorang yang pernah atau sedang menderita TB paru. Namun, pada beberapa kasus, TBC tulang belakang juga bisa terjadi pada seseorang yang tidak memiliki riwayat TB sebelumnya.

Di seluruh dunia, TBC tulang belakang mencapai 10–35% dari kasus TB di luar paru-paru. Kondisi ini tergolong berbahaya, karena dapat menyebabkan kerusakan yang cukup parah pada tulang belakang dan saraf tulang belakang. Akibatnya, penderita bisa mengalami kelumpuhan atau bahkan kematian.

Penyebab TBC Tulang Belakang

TBC tulang belakang terjadi ketika bakteri Mycobacterium tuberculosis dari paru-paru atau lokasi lain di luar tulang belakang menyebar ke tulang belakang melalui darah. Bakteri ini kemudian menyerang keping atau sendi yang terdapat di antara tulang belakang sehingga menyebabkan kematian jaringan sendi dan kerusakan di tulang belakang.

TBC tulang belakang dapat terjadi pada orang yang tidak menderita atau memiliki riwayat tuberkulosis di organ lain. Hal ini karena bakteri tuberkulosis bisa berada di dalam tubuh tanpa menimbulkan gejala. Kondisi ini disebut juga dengan TB laten.

Penularan tuberkulosis umumnya terjadi melalui percikan air liur penderita tuberkulosis paru yang bersin atau batuk. Oleh sebab itu, seseorang akan semakin berisiko tertular TBC tulang belakang jika sering berinteraksi dengan penderita TBC.

Penderita TBC tulang belakang yang tidak memiliki TB paru tidak dapat menularkan penyakit ini lewat udara. Akan tetapi, penyebaran bisa terjadi jika seseorang terkena darah atau nanah dari luka penderita.

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terinfeksi TBC tulang belakang, yaitu:

  • Tinggal di area yang kumuh dan padat
  • Tinggal di area dengan tingkat kasus tuberkulosis yang tinggi
  • Berinteraksi dengan orang yang berisiko tinggi menderita infeksi TB
  • Berusia lanjut
  • Menderita kondisi yang menyebabkan daya tahan tubuh menurun, seperti HIV/AIDS, kanker, penyakit ginjal stadium lanjut, dan diabetes
  • Menjalani pengobatan yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menurun, seperti kemoterapi, transplantasi organ, dan terapi imunosupresan
  • Menderita kecanduan alkohol atau menggunakan obat-obatan terlarang
  • Merawat pasien yang menderita infeksi TB

Gejala TBC Tulang Belakang

Keberadaan TBC tulang belakang sulit dideteksi, karena gejala umumnya baru akan timbul setelah infeksi cukup parah atau mencapai stadium lanjut. Terkadang, gejala juga dapat terjadi tanpa disadari.

Penderita TBC tulang belakang biasanya mengalami gejala berupa:

  • Nyeri punggung yang terpusat di satu bagian dan makin lama makin berat
  • Rasa kaku di punggung
  • Benjolan atau pembengkakan di punggung
  • Punggung bungkuk (kifosis)

TBC tulang belakang juga dapat disertai oleh gejala umum tuberkulosis, seperti:

Karena TBC tulang belakang dapat disertai dengan TB paru, gejala TB paru seperti batuk dan sesak napas juga bisa terjadi.

Jika TBC tulang belakang sudah cukup parah, akan timbul gejala yang lebih serius, seperti:

  • Kesulitan bergerak atau berjalan, terutama pada anak-anak
  • Tungkai yang memendek pada anak-anak
  • Gangguan saraf, seperti kelemahan atau kelumpuhan otot, mati rasa dari pinggang ke bawah, nyeri yang menyengat dan menjalar, dan sindrom cauda equina
  • Kelainan bentuk tulang belakang
  • Nyeri kepala, kaku leher, demam, akibat penyebaran tuberkulosis ke selaput otak

Meski jarang terjadi, TBC tulang belakang juga dapat terjadi di bagian leher dan menyebabkan gejala seperti sulit menelan (disfagia), suara serak (stridor), tortikolis, dan lemah otot atau mati rasa di kedua tangan dan kaki.

Kapan harus ke dokter

Lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda mengalami gejala yang telah disebutkan di atas, terutama jika Anda memiliki riwayat tuberkulosis atau diduga telah terpapar tuberkulosis dari orang lain. Meski gejala tersebut belum tentu disebabkan oleh TBC tulang belakang, pemeriksaan ke dokter perlu dilakukan guna memastikan diagnosis.

Jika Anda memiliki faktor risiko TBC tulang belakang, disarankan untuk melakukan skrining ke dokter. Hal ini bertujuan untuk mendeteksi adanya TB laten di dalam tubuh.

Diagnosis TBC Tulang Belakang

Untuk mendiagnosis tuberkulosis, dokter akan melakukan tanya jawab terkait gejala yang dialami. Dokter juga akan menanyakan riwayat kesehatan pasien dan keluarga, guna mencari tahu kemungkinan adanya faktor risiko TBC tulang belakang.

Setelah itu, pemeriksaan fisik secara menyeluruh akan dilakukan, yang meliputi penimbangan berat badan, pengukuran suhu tubuh dan tekanan darah, pemeriksaan jantung dan paru-paru, pemeriksaan kelenjar getah bening, dan pemeriksaan tulang belakang.

Guna menegakkan diagnosis TBC tulang belakang, pemeriksaan penunjang akan dilakukan untuk mendeteksi adanya infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Beberapa pemeriksaan tersebut adalah:

  • Kultur bakteri, dengan memeriksa sampel darah atau dahak
  • Biopsi, dengan mengambil sampel jaringan yang terinfeksi
  • Pemindaian dengan foto Rontgen, CT scan, atau MRI, untuk mendeteksi masalah di tulang belakang
  • Tes cairan tubuh untuk memeriksa infeksi, dengan mengambil cairan sendi atau cairan pleura (di paru-paru) dan cairan serebrospinal (di otak dan tulang belakang), jika tuberkulosis diduga juga terjadi di lokasi tersebut
  • Tes PCR (polymerase chain reaction), untuk mendeteksi materi genetik dari bakteri penyebab TBC
  • Tes imunologi, untuk mendeteksi antibodi yang melawan bakteri penyebab TBC dengan mengambil sampel darah atau cairan tubuh pasien

Tuberkulosis perlu diatasi secara menyeluruh sehingga penyakit penyerta yang sering menyertai tuberkulosis juga perlu dideteksi. Oleh sebab itu, pasien juga mungkin akan menjalani pemeriksaan untuk mendeteksi HIV/AIDS atau diabetes.

Pengobatan TBC Tulang Belakang

TBC tulang belakang umumnya dapat sembuh sepenuhnya dengan pengobatan yang dilakukan dengan tepat dan sedini mungkin. Sebaliknya, kondisi ini bisa berakibat fatal bagi penderitanya jika tidak diobati.

Pengobatan TBC tulang belakang bertujuan untuk menghilangkan infeksi tuberkulosis dan memulihkan kerusakan yang telah terjadi pada tulang belakang. Berikut ini adalah beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan untuk menangani TBC tulang belakang:

Obat-obatan

Infeksi bakteri penyebab TBC tulang belakang dapat diatasi dengan antibiotik yang tergolong dalam obat antituberkulosis (OAT). Pengobatan dengan OAT dapat berlangsung selama 9–12 bulan.

Jenis antibiotik yang paling sering digunakan sebagai obat antituberkulosis meliputi:

  • Rifampicin
  • Isoniazid
  • Ethambutol
  • Pyrazinamide

Pengobatan di atas harus dilakukan sesuai dengan aturan yang diberikan dokter. Perlu diingat, antibiotik harus dihabiskan meski pasien mengalami perbaikan gejala di beberapa bulan pertama. Dengan kepatuhan minum obat yang baik, kesempatan untuk sembuh bagi pasien TBC tulang belakang cukup baik.

Sebaliknya, mengonsumsi obat tidak sesuai aturan atau menghentikan pengobatan sebelum waktunya dapat menyebabkan bakteri menjadi kebal (resisten) terhadap obat tersebut. Akibatnya, penyakit ini dapat berkembang menjadi lebih parah dan lebih sulit untuk disembuhkan.

Pada kasus TBC tulang belakang yang resisten obat, kombinasi obat-obatan di atas tidak bisa lagi digunakan. Pengobatan perlu dilakukan dengan antibiotik yang lebih kuat, seperti levofloxacin, protionamide, amikacin, atau streptomycin.

Obat-obatan di atas bisa diberikan dalam bentuk oral (minum) atau injeksi (suntikan), dan dilakukan setiap hari. Pada TBC tulang belakang yang resisten, durasi pemberian obat bisa lebih lama, yaitu minimal 20 bulan.

Selain pemberian obat antituberkulosis, dokter juga dapat memberikan kortikosteroid. Obat ini bertujuan untuk mengurangi peradangan, meredakan gejala, dan mencegah komplikasi.

Penggunaan alat bantu

Selain pemberian obat-obatan, pasien juga akan disarankan untuk mengenakan gips atau penyangga tulang belakang (spinal brace). Tujuannya adalah untuk membatasi pergerakan tubuh pasien. Biasanya, alat bantu digunakan selama 2–3 bulan pertama pengobatan atau sampai kondisi tulang belakang kembali stabil.

Operasi

Pada kasus yang cukup parah, prosedur operasi perlu dilakukan, terutama jika:

  • Terdapat gangguan saraf, seperti kelumpuhan atau kelemahan otot
  • Bentuk tulang belakang sudah sangat berubah dan menyebabkan nyeri
  • Pengobatan dengan obat-obatan tidak memberikan respons yang baik

Prosedur operasi dilakukan dengan mengangkat bagian tulang belakang yang telah rusak (laminektomi).

Komplikasi TBC Tulang Belakang

TBC tulang belakang dapat menyebabkan beberapa komplikasi, yaitu:

  • Kerusakan tulang belakang yang terus bertambah parah hingga berakhir dengan meleburnya tulang belakang satu dengan yang lain
  • Cedera saraf tulang belakang yang menimbulkan gangguan saraf permanen, seperti lemah otot atau bahkan kelumpuhan
  • Gagal hati atau gagal ginjal
  • Abses yang dapat menyebar hingga ke otot di sekitar tulang belakang, atau bahkan lebih jauh hingga ke area paha dan menyebabkan luka terbuka
  • Penyebaran infeksi ke selaput otak yang dapat menyebabkan meningitis, atau ke selaput jantung yang dapat meningkatkan risiko kematian

Pencegahan TBC Tulang Belakang

Sama dengan langkah pengobatan penyakit tuberkulosis, vaksinasi adalah metode utama untuk mencegahan TBC tulang belakang. Vaksin yang diterima adalah vaksin Bacillus Calmette-Guerrin atau BCG. Namun, perlu diketahui bahwa vaksin ini lebih efektif bila diberikan pada bayi dibandingkan pada orang dewasa.

Selain itu, mencegah HIV/AIDS juga dapat menurunkan risiko terserang TBC tulang belakang. Hal ini karena TBC tulang belakang lebih rentan terjadi pada penderita HIV/AIDS.

Jika Anda mengalami tuberkulosis paru yang aktif (bergejala), ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan ke orang lain, yaitu:

  • Minum obat secara teratur sesuai dengan aturan yang diarahkan dokter.
  • Tetap berada di rumah pada beberapa minggu pertama masa pengobatan, tetapi kurangi kontak dengan orang rumah.
  • Tutup mulut atau kenakan masker ketika bertemu dengan orang lain atau berada di tempat umum.
  • Buang tisu yang digunakan untuk membuang dahak dengan terlebih dahulu memasukannya ke dalam kantong plastik.
  • Pastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang baik demi melancarkan pergantian udara di dalam rumah.
  • Hindari terlalu sering berinteraksi dan berkerumun dengan orang lain.

TBC Tulang: Awalnya Sekadar Nyeri, Bagaimana Harus Menyikapi saat Pandemi?

TBC mungkin identik dengan penyakit paru-paru akibat infeksi Mycrobacterium tuberculose, yang ditandai batuk berdahak atau lebih dari dua minggu. Namun bakteri yang terbawa dalam aliran darah ini ternyata bisa mengganggu organ lain.

Di Indonesia TBC Tulang masuk kategori TBC ekstra paru dengan 240 jumlah kasus pada 2019. Sementara jumlah total kasus TBC ekstra paru di tahun yang sama adalah 59.525 dari 563.456 total seluruh kasus TBC di Indonesia. Dengan kasus tersebut maka proporsi kasus TBC Tulang dibanding total kasus TBC hanya 0,04 persen. Jumlah yang sangat kecil ini tentu bukan untuk diremehkan. Proporsi ini menjadi tanda ada sesuatu yang sangat istimewa dengan penyakit ini.

Ramziya Naufal Khairullah (13) dan Awallokita Mayangsari atau Mayang (32) menjadi saksi serangan TBC Tulang yang diakibatkan bakteri gram positif ini. Mayang merawat ayahnya Bey Dharmawan (58) yang meninggal setelah didiagnosa mengalami TBC Tulang.

“Bapak sering banget batuk-batuk kaya alergi gitu. Kalau dingin bapak batuk, jadi bias banget kirain kondisi biasa,” ujar Mayang mengawali kisahnya bersinggungan dengan TBC Tulang saat mendampingi ayahnya ketika menghadapi penyakit ini.

Gejala yang sangat bias menjadi catatan Mayang terkait TBC Tulang, hingga dianggap bukan kondisi serius. Batuk yang dialami ayahnya juga tidak berdahak layaknya TBC. Kondisi ini mengakibatkan keluarga menganggap batuk yang dialami pasien bukan gangguan berat. Kondisi lain yang muncul adalah nyeri pinggang selama tiga tahun terakhir. Namun lagi-lagi nyeri ini kerap hilang timbul hingga keluarga pasien tidak mencurigainya. Nyeri hilang bilang sudah dipijat dan dianggap gangguan terkait usia.

“Untuk nyeri pinggang mungkin ada faktor usia, kecengklak, keseleo, abis angkat berat, dan ketika dipijat reda ya udah. Keluarga nggak berpikir jauh dan menghubungkan gejala yang muncul pada kecurigaan tertentu. Kita miss banget,” kata Mayang.

Dua gejala tersebut memang sangat umum, namun Mayang mendapati gangguan yang sebetulnya menjadi khas TBC. Kondisi tersebut adalah berkeringat pada malam hari saat yang lain tidak merasakan kondisi tersebut, serta penurunan badan tiba-tiba. Mayang ingat ayahnya bahkan sampai membuka pakaian karena merasa panas dan gerah banget. Kondisi tersebut dialami dua tahun terakhir, sejak pasien menempati rumahnya bersama sang istri pada 2015. Rasa gerah terlihat sangat berlawanan dengan kondisi sekitar.

“Dua tahun inilah yang paling beda banget gejalanya. Kita nggak kegerahan tapi bapak kegerahan sendiri di rumah. Yang paling beda memang ini, bapak merasa gerah pada malam hari sampai keringetan tapi kita nggak,” kata Mayang.

Kondisi khas lainnya adalah penurunan berat badan drastis usai Hari Raya Idul Fitri pada Mei 2020. Sebelumnya pasien mengalami demam tinggi hingga berat badannya berkurang. Menurut Mayang, kondisi ini sebetulnya menandai infeksi kuman TBC pada pasien.

Dengan kondisi yang dialami, pasien bukannya tidak ingin konsultasi pada dokter. Pandemi COVID-19 mengakibatkan pasien takut ke fasilitas kesehatan. Konsultasi ke dokter bisa dilaksanakan setelah diberi motivasi dan kompromi antar anggota keluarga.

“Gangguan lebih besar di pasien. Ke fasilitas pelayanan kesehatan di masa pandemi takutnya luar biasa. Kalau gejala minimal ya udah nggak apa-apa. Ngerasa ada gejala tapi nggak mau melakukan pemeriksaan di faskes,” kata Mayang.

Pasien akhirnya berhasil datang ke sebuah rumah sakit di Bandung, Jawa Barat. Pasien dua kali konsultasi pada dokter spesialis saraf sebelum dinyatakan harus rawat inap. Kondisi pasien saat itu sudah tidak bisa duduk dan hanya berbaring

“Nyeri pinggang bukan berkurang tapi makin parah, hingga akhirnya dirawat pada 29 Agustus 2020. Dari situ MRI pada 3 September 2020 dan di tanggal 14 September 2020 mendapat penjelasan tentang TBC Tulang plus penyakit penyerta,” kata Mayang

Pasien dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung untuk penanganan penyakit penyerta dan nyeri pinggang. Pasien dijadwalkan dua operasi pada 13 Oktober 2020 untuk penanganan dua kondisi tersebut. Tindakan ini juga bertujuan mengkultur nanah pada radang tulang belakang (spondilodiskitis).

Hasil kultur inilah yang semakin memantapkan penegakan diagnosa TBC Tulang. Sayangnya setelah diagnosa selesai, pasien belum sempat menjalani terapi Obat Anti TBC (OAT). Pasien dinyatakan berpulang pada 13 Oktober 2020 setelah serangkaian pemeriksaan terkait TBC Tulang.

Kondisi Ramziya atau akrab disapa Akram mungkin tidak jauh beda dengan Bey. Akram kerap merasa nyeri dan pegal di punggung atas mulai kelas 5 SD. Pada 2018 Akram menerima diagnosa TBC Tulang dan harus menjalani operasi pasang pen di tahun yang sama.

TBC Tulang mengakibatkan tubuh Akram bagian pinggang ke bawah tidak bisa berfungsi dengan baik. Anak laki-laki yang duduk di kelas 7 ini sempat tidak bisa menggerakkan tubuhnya dan merasakan berbagai sensasi di telapak kakinya. Kondisi Akram makin baik setelah operasi dan melakukan fisioterapi. Dia bisa berdiri, duduk, dan mulai berjalan menggunakan alat bantu. Layaknya anak lain, Akram bisa sekolah dan bermain lagi bersama teman-temannya.

Latihan fisioterapi hingga kini terus dilakukan Akram dua kali seminggu. Fisioterapi bertujuan mengembalikan fungsi tubuh hingga berfungsi seperti semula. Latihan awalnya dilakukan di RSUD Kota Bekasi, namun tertunda karena pandemi COVID-19 yang tak kunjung usai.

“Biasanya terapi dua kali seminggu tapi karena pandemi ini jadi terganggu. Saya nggak bisa ke rumah sakit untuk konsultasi ke dokter atau fisioterapi. Latihan fisioterapi sekarang dilakukan di rumah,” kata Akram yang bercita-cita menjadi atlet e-sport ini.

Selama latihan di rumah, Akram dibantu tenaga ahli yang memiliki kompetensi di bidang fisioterapi. Akram harus menyiapkan seluruh perlengkapan latihan sendiri, misal matras atau alat gerak lain. Setelah sesi fisioterapi, Akram harus mengulang sendiri gerakannya.

Hingga saat ini latihan di rumah memang berlangsung baik, namun Akram kangen fisioterapi di RSUD Kota Bekasi. Terapi di RSUD yang menjadi rujukan COVID-19 ini memungkinkan Akram bertemu pasien lainnya. Fisioterapi diawali Electrical Stimulations Therapy. “Kalo di rumah sakit pakai terapi yang disetrum dulu, enak tuh. Di rumah nggak bisa kaya gitu. Di rumah juga nggak bisa konsultasi. Latihannya sendiri kangen sama yang lain,” kata Akram yang kini bersekolah di SMP Mutiara 17 Agustus, Kota Bekasi.

Akram tentunya sangat maklum dengan kondisi pandemi saat ini. Tak bisa fisioterapi dan konsultasi di rumah sakit, bukan berarti menunda latihan dan kemajuan proses pemulihan. Apalagi Akram ingin segera bisa berlari, naik sepeda, dan main bola seperti semula. Dengan impian tersebut, Akram melanjutkan proses fisioterapi di rumah. Latihan di rumah mungkin akan terus berlanjut hingga pandemi COVID-19 reda. Atau sedikitnya menjadi lebih baik dan aman bagi pasien TBC Tulang.


TBC Tulang


Kenali Penyebab dan Gejala TBC Tulang Belakang

 

Tidak hanya terjadi pada paru-paru, TBC juga bisa terjadi pada organ tubuh lainnya. Salah satu organ tubuh yang bisa terkena TBC adalah tulang belakang. Kenali gejala dan penyebab TBC tulang belakang sebagai antisipasi, agar bisa segera mendapat penanganan jika menderita penyakit ini.

TBC merupakan kondisi yang disebabkan oleh masuknya bakteri Mycobacterium tuberculosis ke dalam paru-paru. Pada kondisi tertentu, bakteri ini justru menyebar ke bagian tubuh lainnya melalui aliran darah. Jika hal itu terjadi, akan muncul TB ekstrapulmonal atau TB yang terjadi di luar paru-paru

Mengenal TBC Tulang Belakang

Bagian tulang belakang yang paling sering terserang TBC tulang belakang adalah tulang belakang bagian tengah dan bagian bawah. Jika bakteri menyebar ke bagian dua tulang belakang yang berdekatan, penderita bisa mengalami infeksi pada bantalan di antara dua vertebra (diskus intervertebralis).

Bantalan ini pada dasarnya tidak memiliki pembuluh darah dan tidak teraliri nutrisi. Jika bantalan terinfeksi maka perlahan akan terjadi kematian sel-sel diskus.

Hal ini mengakibatkan jarak kedua tulang belakang akan menyempit bahkan menempel. Tulang belakang pun kehilangan kelenturan dan rusak. Seseorang yang mengalami kondisi ini pun akan mengalami kekakuan.

Ketika kedua tulang vertebra yang saling berdekatan atau menempel, akan membuat bagian belakang punggung terlihat bungkuk seperti ada sesuatu yang menonjol.


Apa yang Menyebabkan TBC Tulang Belakang?

Seperti yang sudah disebutkan di atas, TBC tulang belakang terjadi ketika bakteri Mycobacterium tuberculosis sudah menjalar melalui aliran darah.

Faktor risiko yang dapat meningkatkan seseorang terkena TBC tulang belakang antara lain adalah seseorang tersebut juga terinfeksi virus HIV, kurang gizi, mengalami tingkat ekonomi rendah, dan tinggal di daerah yang rawan atau sedang mengalami wabah tuberkulosis.

Bagaimana Gejala Munculnya TBC Tulang Belakang?

Ada beberapa gejala yang dapat muncul ketika seseorang terkena TBC tulang belakang, di antaranya:

  • Sakit punggung pada bagian tertentu
  • Tubuh berkeringat dan demam di malam hari
  • Mengalami penurunan berat badan atau mengalami anoreksia
  • Bungkuk atau kifosis yang kadang disertai pembengkakan paravertebral
  • Tubuh kaku dan tegang
  • Muncul kelainan saraf jika saraf Anda ikut terganggu
  • Muncul benjolan pada bagian selangkangan yang sering dikira sebagai hernia

Kondisi di atas dapat terjadi secara bertahap atau mungkin tanpa disadari. Cobalah untuk mengonsultasikan hal ini kepada dokter jika Anda atau kerabat mengalami beberapa gejala di atas.

Untuk menentukan diagnosis TBC tulang belakang, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan. Misalnya, dengan melakukan pemeriksaan dengan sinar X, CT scanMRIbiopsi, dan pemeriksaan tulang.

Jenis tes lain yang mungkin dilakukan adalah tes laju endap darah. Umumnya, pada pasien TBC tulang belakang laju endap darah akan meningkat berkali lipat.

TBC tulang belakang dapat diatasi dengan mengonsumsi obat tuberkulosis yang diberikan oleh dokter. Selain itu, penderita juga membutuhkan prosedur operasi dan kemoterapi.

Segeralah periksa ke dokter jika mencurigai gejala yang dialami mengarah pada TBC tulang belakang. Penanganan sedini mungkin dapat meningkatkan peluang kesembuhan dan mencegah penyakit berkembang menjadi komplikasi.

Harus Tahu, Ini Bedanya Tuberkulosis dan TBC Tulang Belakang

 

Tuberkulosis

Penyakit tuberkulosis mudah ditularkan oleh pengidap tuberkulosis melalui air liur mau pun dahak. TBC menimbulkan gejala seperti batuk yang berlangsung lebih dari 3 minggu, batuk terkadang disertai adanya darah, penurunan berat badan yang cukup drastis, badan lemas, demam, menggigil, dan sering mengeluarkan keringat pada malam hari.

Meskipun kondisi ini dapat ditularkan dengan mudah lewat udara melalui percikan liur atau dahak, penularan tidak semudah penyakit flu. Penularan tuberkulosis memerlukan waktu yang cukup lama dan kontak yang dekat. Misalnya, jika ada keluarga yang memiliki kondisi tuberkulosis, maka anggota keluarga yang lain berisiko tinggi untuk tertular karena intensitas kontak fisik lebih banyak dibandingkan yang tidak tinggal satu rumah.

Penyakit tuberkulosis nyatanya sulit untuk disembuhkan. Untuk pencegahan penyakit semakin parah, sebaiknya konsumsi obat yang dianjurkan dokter. Biasanya pengidap tuberkulosis akan diberikan obat yang harus dikonsumsi selama 6 bulan. Namun, terdapat efek samping dari pengonsumsian obat-obatan ini seperti gangguan penglihatan, gangguan saraf, dan gangguan pada fungsi hati.

TBC Tulang Belakang

Ada beberapa kondisi yang menyebabkan kuman penyebab tuberkulosis menyebar ke bagian tubuh lainnya melalui darah. Bagian tulang belakang adalah bagian tubuh yang mudah terserang kuman penyebab tuberkulosis. Kondisi ini dikenal dengan penyakit TBC Tulang Belakang atau penyakit pott. Selain penyebaran kuman tuberkulosis, faktor lain yang menyebabkan seseorang mengalami TBC tulang belakang adalah sistem kekebalan tubuh yang lemah dan lingkungan yang memiliki mayoritas masyarakat tuberkulosis.

Penyakit TBC tulang belakang menimbulkan gejala pada pengidapnya. Ada beberapa gejala yang hampir sama dengan penyakit tuberkulosis seperti demam, berkurangnya nafsu makan yang disertai penurunan berat badan dan keluarnya keringat pada malam hari.

Gejala yang berbeda seperti nyeri pada punggung, tubuh menjadi bungkuk, adanya pembengkakan pada tulang belakang serta tubuh yang terasa kaku dan tegang menjadi tambahan dari gejala TBC tulang belakang.

Pencegahan Tuberkulosis dan TBC Tulang Belakang

Ada beberapa pencegahan yang bisa dilakukan untuk menghentikan penularan penyakit tuberkulosis dan TBC tulang belakang, seperti rajin mencuci tangan ketika selesai atau mau melakukan suatu kegiatan.

Selain itu, tutupi mulut saat bersin, batuk atau tertawa. Pastikan tempat tinggal kamu memiliki jendela yang cukup untuk menjaga sirkulasi udara tetap baik dan matahari dapat masuk dalam rumah lewat jendela. Jangan lupa untuk selalu mengonsumsi makanan sehat agar kebutuhan nutrisi dan gizi terpenuhi dan meningkatkan imunitas tubuh kamu.



7 Tanaman Obat TBC Terampuh Yang Mudah Ditemukan Dan Ditanam Di Rumah

Tanaman Obat TBC Terampuh 1. Tanaman Tekokak Tanaman obat TBC pertama adalah tanaman tekokak atau yang sering dikenal sebagai tanaman terong...